Apa bencana yang sudah melanda perasaanku ?
Kenapa aku harus menggalau saat mendengar kamu telah menemukan hati yang baru ?
Bahkan setiap kali kamu duduk di sampingnya, aku kesal ! setiap kali melihatmu
berjalan bersamanya, aku panas ! setiap kali melihatmu bergurau mesra
bersamanya, aku cemburu !
Padahal…
dulu, aku cuek dan terlihat cool saat bersamamu. Tak ada perlakuanmu yang mampu
mengusik perasaanku. Aku tak pernah menganggapmu sebagai kekasihku. Aku tak
peduli sedikitpun tentangmu. Sekarang… aku seperti burung yang hanya bisa
menyaksikanmu dengannya “kekasih barumu”. Aku seperti patung yang terus melihat layar handphone dan berharap pesan termanis darimu. Serpihan hati yang awalnya ingin ku
cari bersamamu, harus ku sirnakan begitu saja. Keterlambatan hatiku yang ingin menerima
perasaanmu, harus ku gagalkan.
Aku
berusaha tersenyum ! Aku berusaha bahagia ! Aku berusaha melontarkan canda manis
“kekasih baru” padamu. Hingga sandiwara yang ku lakukan setiap kali bertemu denganmu,
berbalik arah menyakitiku. Kesedihan yang selalu berusaha ku tepis, meledak
dalam hatiku.
Dulu,
begitu sempurnanya ketulusan hatimu untukku. Begitu sejatinya penantian cinta
yang kamu jalani. Begitu sabarnya kamu menanti hatiku bicara. Begitu tegarnya
kamu menuruti persyaratan bodoh dariku. Kamu rela mengorbankan waktumu hanya
demi sebuah pesan yang tak pernah ku balas. Dan cinta yang tak pernah ku
sambut.
Tak
pernah hilang dalam ingatanku. Ketika segenggam jemarimu mendekap erat
jemariku. Ketika bisikan manismu mengudara di telingaku. Ketika kamu marah setiap
kali aku tak mendengarmu. Ketika tepukan lembutmu mendarat di bahuku, seakan
kamu tak mengizinkan ketenangan menjauh dariku. Satu hal yang paling menghantam
perasaanku. Aku hampir tak percaya saat melihat gubug matamu yang memerah dan basah
kala aku terkulai lemah tak berdaya.
Aku
salut dengan kesungguhanmu ! Aku bangga dengan kelembutanmu ! Aku menyesal tak
bisa lebih dulu memiliki hatimu. Dan aku bodoh sudah membiarkan orang lain memilikimu.
Maafkan
kebodohanku yang sudah membuang percuma ketulusanmu. Maafkan kejahatan hatiku
yang sering meminta waktu terlalu lama menjawab perasaanmu. Aku baru mengerti
sakit yang kamu rasakan, setelah rasa itu menggebu di hatiku. Aku baru
menyadari ketulusanmu yang sebenarnya, setelah kepergianmu meninggalkan kenangan
yang teramat dalam untukku, yang mungkin tak ku dapatkan dari orang lain.
Untuk
kamu pemilik hati yang sudah ku tenggelamkan dalam penantian,
ku jadikan mainan
ketulusannya
dan ku sampulkan kepalsuan harapannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar