Part III
Hari itu datang..
Besok tepatnya aku akan menghadapi Ujian
Nasional. Aku pun mempersiapkan diri sebaik mungkin, meskipun tanpa support
kedua orang tuaku. Malamnya dalam tidur lelapku, ibu datang lagi.
“Ibu tahu kau akan bisa hidup sendiri,
anakku. Ibu bangga padamu.” Tutur ibu seraya menggenggam jemariku.
“Itu semua karena ibu yang selalu
menguatkanku.” Ucap ku dengan sebuah senyuman.
“Karena kerja kerasmu. Bukan karena ibu
ataupun orang lain.” Ungkap ibu.
“Aku ikut lomba menulis novel bu.
Bagaimana menurut ibu ?” kata ku pada ibu.
“Itu bagus sayang. Ibu yakin kau pasti
menang.” Ibu meyakinkanku.
“Kenapa ibu begitu yakin ?” Tanya ku.
“Karena ibu melihat kesungguhan tekadmu
yang begitu kuat.” Pungkas ibu.
“Semoga saja. Ibu..” panggil ku pada
ibu.
“Ada apa, sayang ?” Tanya ibu.
“Besok Ujian Nasional bu. Tiba-tiba aku
ragu untuk meletakkan optimis itu pada hasilnya nanti.” Tutur ku pada ibu.
“Jangan pernah ragu, anakku. Apapun yang
akan kau lakukan, kau harus selalu optimis. Karena itu di samping usahamu,
jangan lupa berdo’a pada Tuhan. Semua yang kau dapatkan dan lakukan akan
berkah, atas ridho-Nya. Jangan pernah takut untuk melangkah, anakku. Ibu
percaya kau akan berhasil. Ibu selalu mendo’akan yang terbaik untukmu. Meskipun
ibu terasa jauh di sampingmu, tapi ibu selalu di hatimu.” Jelas ibu sambil
memelukku.
“Terimakasih ibu. Aku tidak akan pernah
mengecewakan ibu. Aku sayang ibu.” Tutur ku pada ibu.
Hari-hari Ujian Nasional ku jalani
dengan penuh ketelitian dan keoptimisan. Berharap Tuhan mendengarkan segala
panjatan do’a dan usahaku. Dan hal yang tak pernah aku bayangkan.. Aku menjadi
peraih Ujian Nasional tertinggi se-Provinsi. Aku tak pernah menyangka hal itu
akan aku dapatkan. Seorang anak yang hidup sendiri di sebuah desa terpencil,
belajar yang kadang terbengkalai dengan membuat kerajinan, berangkat sekolah
dengan banyak rintangan dan tanpa orang tua. Sehingga aku mendapatkan bea siswa
untuk melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Terimakasih Tuhan.
Kebahagiaan yang ku rasakan semakin lengkap saat aku terpilih sebagai juara 1
dalam lomba menulis novel se-Provinsi. Tepat itu, aku bagai terbang dalam
kedamaian cakrawala. Kemudian aku maju ke atas panggung untuk menerima
penghargaan sebagai juara 1. Usai menerima penghargaan itu, aku diminta
menyampaikan sepatah dua patah kata. Teriakkan dan tepuk tangan para hadirin
membahana di gedung itu. Dan aku mulai berbicara.
“Terimakasih untuk Tuhan yang telah
memberiku senyuman terindah. Aku tidak pernah menyangka akan mendapatkan semua
keberhasilan ini. Aku yang hanya seorang anak malang di sebuah desa terpencil,
hidup seorang diri tanpa orang tua ku, mencari nafkah seorang diri, dan
bersusah payah berjalan di tengah hutan juga melewati sungai yang penuh
bebatuan hanya untuk sekolah. Ini sungguh suatu keajaiban terdasyat dalam
hidupku. Tropi penghargaan ini, ku hadiahkan untuk seorang ibu yang telah lama
pergi meninggalkanku. Seorang ibu yang selalu menguatkanku dalam segala hal,
selalu menghapuskan air mataku dan membuatku tetap tegar. Bahkan setelah tiada,
dia selalu hadir dalam mimpi malamku untuk memberiku semangat hidup dan
motivasi. Hingga aku bisa bertahan hidup dan meraih keberhasilan seperti saat
ini. Tropi ini untukmu, ibu. Aku mencintaimu seperti hujan mencintai titah
Tuhannya. Tak pernah lelah dan selalu berusaha untuk mewujudkan semuanya.
Terimakasih.” Tutur ku sambil berurai air mata. Bukan hanya aku, tapi para tamu
yang hadir juga meneteskan air mata. Hingga suara tepuk tangan para hadirin
mengakhiri acara itu. Mereka berjabat tangan denganku sambil mengungkapkan rasa
haru dan bangga mereka atas perjuangan hidupku selama ini. Di kejauhan sana,
aku melihat ibu tersenyum bangga padaku.
Sejak saat itu, aku mulai sadar tentang
hidup yang pernah dijelaskan ibu padaku. Ternyata benar, alam di sekitarku yang
membantuku bertahan hidup hingga saat ini. Buktinya pohon bambu yang selalu ku
gunakan untuk membuat kerajinan yang akhirnya membuahkan hasil. Pohon-pohon
besar yang selalu membuatku merasa teduh dan tanaman-tanaman yang bisa ku
jadikan obat di saat aku terluka. Alam juga yang mengajariku tentang ketegaran
dan perjuangan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar