Cerpen ~ "Sail without a boat"
Part I
Siapakah yang mampu bahagia tanpa orang
tua yang utuh ?
Terlahir dari keluarga yang sangat sederhana dan hidup sebagai seorang
anak tanpa ibu sempat membuatku kehilangan asa hidupku. Seorang ibu yang selalu
menguatkanku dalam setiap nafas hidupku, yang selalu menemani langkahku ke
manapun, kini telah pergi untuk selamanya. Ibu menghembuskan nafas terakhir
saat aku masih duduk di bangku SD. Yang akhirnya memaksaku berlayar tanpa
perahu. Apalagi setelah ayah menikah lagi. Ayah jarang di rumah, tak perduli
lagi padaku, tak pernah ada waktu untukku dan sikapnya padaku tak seindah dulu saat
ibu masih ada. Bahkan tak pernah ayah memberiku uang jajan sepeserpun. Oh
Tuhan.. kehidupan yang ku jalani sangat tak adil untukku.
Pernah suatu sore aku minta baju seragam baru pada ayah, karena seragam
ku yang sekarang sudah lusuh. Hal itu membuat murid lainnya mengejekku bahkan aku
sampai ditegur wali kelas. “kau sudah besar, kau kan bisa beli sendiri. Ayah
sibuk.. jadi jangan ganggu ayah.” Itu jawaban yang ku dapatkan dari ayah. Ucapan
pahit yang seakan menyambar bagai petir di hatiku. Aku berlari ke tempat di
mana aku biasanya mencurahkan segenap perasaanku. Jika kebanyakan orang sibuk
dengan deary mereka, maka aku hanya sibuk dengan sebuah pohon besar dan
beberapa pohon bambu. Kehidupan yang tak pernah berpihak padaku membuat tak
seorang pun melihat keberadaanku. Aku menangis sejadi-jadinya, membayangkan
betapa pahitnya perjalanan hidupku. Tak lama hujan turun begitu derasnya
menyapu semua butiran air mata yang membanjiri wajahku.
Esok paginya aku bersiap menuju Sekolah dan terpaksa menggunakan seragam
lusuh itu lagi. Seperti biasa, aku meluncur ke Sekolah bersama sepeda mungil
pemberian ibu. Jarak rumahku dengan Sekolah lumayan jauh. Bahkan hingga harus
melewati rimbunan pohon dan menyeberangi sebuah sungai dangkal yang penuh
bebatuan agar aku bisa sampai ke Sekolah yang berada di tepian jalan raya. Tak
jarang terjatuh dan air mata menemani setiap goncangan kaki ku. Adakah yang
mendengar jeritanku ? Sekolah bersama
sepeda mungil, perjalanan seorang diri di tengah hutan. Belum berakhir…Penderitaanku
tak hanya di perjalanan saja, tapi juga di Sekolah. Saat wali kelas ku
membagikan selembar kertas yang ternyata undangan bagi siswa beserta orang tua
untuk hadir pada acara penyuluhan
motivasi terhadap siswa dalam menghadapi Ujian Nasional. Maklumlah sekarang aku
duduk di bangku kelas 3 SMP. Oh.. betapa gembiranya teman-temanku. Sedangkan
aku ? Siapa yang akan datang ? Ayah kah ? Entahlah.
Tiba di rumah, aku memberikan undangan itu pada ayah. Berharap ayah
bersedia datang. Dan ternyata kembali ucapan pahit yang harus ku terima. Tak
sedikitpun pengertian ayah untukku. Tak ku sangka ayah begitu tega padaku. Dia
malah menyuruh datang ibu tiri ku yang sudah jelas menolak karena memiliki
kesibukannya sendiri. Sangat ingin rasanya aku menangis dan memohon di hadapan
ayah saat itu juga, tapi aku sadar itu tak akan berbuah manis. Lalu siapa yang
akan datang ? Siapa yang akan mendampingiku dalam acara itu ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar